PENDIDIKAN ISLAM DAN TANTANGAN MODERNITAS

Tamsin Yoioga
Prodi Manajeman Pendidikan Islam
Jurusan Tarbiyah STAI Babussalam Sula Maluku Utara
e-mail: tamsinyoioga@yahoo.co.id

Abstrak
Istilah Pendidikan Islam dan Modernitas mengandung dua konsep yang berbeda. Pendidikan Islam sendiri tertuju pada keyakinan, ajaran, sistem tata nilai dan budaya sekelompok umat manusia yang beragama Islam sementara ModernitasKata yang lebih dikenal dengan pembaharuan, bisa pula disebut dengan istilah “reformasi”. Perpaduan kedua konsep tersebut guna untuk melahirkan manusia-manusia unggul dalam ilmu pengetahuan teknologi dan sains yang tidak terlepas dari sifat religius sebagaimana tujuan dalam pendidikan Islam itu sendiri.

Kata Kunci: Pendidikan Islam, Tantangan Modernitas

Pendahuluan
Pendidikan merupakan sebuah dasar yang sangat potensial untuk umat manusia di Indonesia. Pada umumnya pendidkan sangat keterkaitan dengan pembentukan dan pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) sehingga bisa menghasilkan manusia paripurna yang unggul dan berdaya saing tinggi dengan manusia yang lain. Di Indonesia Sumber Daya Manusia tersebut masih bisa dikategorikan masih belum maksimal, dalam hal ini bukan berarti belum memadai dan mampu, akan tetapi secara global SDM di Indonesia masih membutuhkan banyak evaluasi agar bisa mempersiapkan diri dalam menghadapi Ekonomi ASEAN yang telah berada ditengah-tengah kita saat ini.
Kompetisi yang dihadapi Indonesia akan jauh lebih besar kedepan dalam menghadapi era Perdagangan bebas ASEAN dan Masyarakat Ekonomi ASEAN tersebut, khususnya tantangan dunia pendidikan dalam mencetak tenaga kerja handal dan terampil dibidangnya. Indonesia saat ini memang merupakan salah satu pengekspor tenaga kerja terbesar ke luar negeri, akan tetapi semua justru kebanyakan berasal dari tenaga kerja tidak terampil. Namun, dalam konteks ASEAN Economic Community ini sudah tidak mengarah pada penempatan tenaga kerja tidak terampil tetapi lebih memfokuskan pada tenaga terampil sehingga akan menunjang kerjasama antar bangsa. Sedikitnya jumlah tenaga profesional dan kurangnya penguasaan bahasa asing khususnya bahasa Inggris menjadi ancaman serius bagi Negara Indonesia.
Pendidikan menjadi begitu penting sebagai jawaban dari pertanyaan-pertanyaan skeptis tentang kemampuan bangsa Indonesia untuk bersaing dengan Negara Asean lainnya dalam era masyarakat ekonomi ASEAN (AEC) dan Perdagangan bebas ASEAN (AFTA) yang telah dimulai pada tahun 2015 lalu. Dengan pendidikanlah Potensi Indonesia sebagai Negara dengan Jumlah penduduk yang besar dapat tumbuh pesat dan memegang peranan penting dalam era tersebut, sehingga diharapkan era ini menjadi momen bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh menjadi Negara maju.
Kiranya permasalahan tersebut bisa teratasi dengan baik kedepan agar bangsa Indonesia secara legowo bisa melangkah tanpa ada beban yang terlalu berat di pundak. Penidikan masih membutuhkan perhatian dan kerja keras serta kerja cerdas yang sangat ekstra dari semua stakeholder Negeri ini dengan penuh rasa tanggungjawab sehingga permasalahan SDM segera bisa terselesaikan. Indonesia sebenarnya salah satu Negara yang sangat disegani oleh Negara lain jika dilihat dari segi pendidikan walaupun di Indonesia sendiri masalah pendidikan menjadi masalah utama yang menurut penulis merupakan masalah yang sangat serius.
Dalam segi ini masalah pendidikan khususnya pendidikan Islam pun harus mampu menunjukan eksistensinya sebab pendidikan Islam di Indonesia mengalami penurunan yang sangat signifikan baik dari segi moral, ilmu pengetahuan maupun teknologi dan sains.
Olehnya itu dari uraian permasalahan diatas sehingga penulis termotivasi untuk menulis karya ilmiah ini dengan judul “Pendidikan Islam dan Tantangan Modernitas”.
Pendidikan Islam dan Modernitas
Pendidikan merupakan usaha yang sengaja dilkukan secara sadar dan terencana untuk membantu meningkatkan perkembangan potensi dan kemampuan peserta didik agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai.
Jika pendidikan digabungkan dengan istilah Islam menjadi pendidikan Islam, maka pengertian dan konsep berubah. Itu karena istilah pendidikan tidak lagi bersifat meluas karena sudah ada batasa-batasan dengan kata Islam. Pendidikan Islam sendiri tertuju pada keyakinan, ajaran, sistem tata nilai dan budaya sekelompok umat manusia yang beragama Islam. Maka dengan demikian ojeknya pun berubah menjadi jelas dan pasti yakni hanya untuk orang-orang yang tentunya beragama Islam. Sementara ungkapan modern (abad modern), modernity atau modernitas (kemodererenan), modernism (paham kemoderenan), modernization atau modernisasi (proses modernisasi) dalam Islam sebetulnya diserap dari istilah Barat. Istilah -istilah itu masuk di dunia Islam bersamaan dengan masuknya dunia Barat ke dunia Timur. Kata yang lebih dikenal untuk modernisasi adalah pembaharuan, bisa pula disebut dengan istilah “reformasi”.
Jauh sebelum istilah modernisasi (pembaruan) dipopulerkan oleh para orientalis, di dunia Islam sudah ada istilah tajdid = jaddada, yujaddidu, tajdidan yang memiliki arti lebih kurang sama dengan modernisasi atau pembaruan.
Kata-kata tersebut ditemukan dalam beberapa ayat dan hadis Rasulullah Saw. diantaranya:
Dan mereka berkata: “Apakah bila kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apa benar-benarkah kami akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?” (Q.S. al-Isra’:49)

“Sesungguhnya Allah senantiasa membangkitkan untuk umat ini pada akhir setiap serstus tahun (satu abad) orang yang akan memperbarui Din-nya (agamanya). (HR. Abu Dawud dan al-Hakim).
Namun perlu ditegaskan disini bahwa dari sekian banyak istilah yang digunakan untuk menyebut pembaruan, istilah yang paling tepat untuk digunakan adalah modernisasi dan pembaruan atau tajdid. Hal ini dipandang untuk menghindari penafsiran yang bias (barat sebelah), sebab modernisasi walaupun merupakan istilah yang dipinjam dari Barat, namun dalam sejarahnya modernisasi telah menimbulkan permasalahan yang sangat serius yaitu memisahkan antara agama dan ilmu pengetahuan (sekularisasi). Sementara tajdid, tidak pernah menimbulkan pemisahan tersebut, bahkan sebaliknya sebab ajaran Islam sangat mendukung pembaruan tersebut yaitu ilmu pengetahuan, teknologi dan agama.
Maka dari itu pembaruan dalam Islam merupakan pemikiran, gagasan dan tindakan dalam usaha mengubah ataupun memperbarui paham-paham, tradisi-tradisi, institusi-institusi lama dan cara berpikir dengan suasana baru yang ditimbulkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan agama.

Pendidikan Islam di Indonesia dan tantangan Modernitas
1. Masalah Pendidikan Tinggi Agama Islam (PTAI)
Pendidikan sesungguhnya merupakan bagian integral dalam kehidupan masyarakat. Oleh karenanya, pendidikan adalah suatu kebutuhan mendasar (basic need) bagi masyarakat. Betapa tidak, pendidikan merupakan instrumen penting yang sangat efektif untuk melakukan transformasi peradaban pada suatu masyarakat, karena pendidikan menyentuh aspek-aspek fundamental manusia, yaitu aspek kognitif (intelektual), aspek afektif (sikap mental dan penghayatan), dan aspek psikomotorik (skill).
Apabila kita menengok sejarah Islam masa lalu, tepatnya pada periode klasik (650)-1250 M), kita akan menyaksikan dengan jelas peran umat Islam dalam menguasi beradaban dunia. Pada masa itu umat islam tidak hanya menguasai wilayah yang sangat luas, akan tetapi umat islam juga dapat menguasai bidang ilmu pengetahuan dan peradaban. Dalam periode ini puluhan ilmu pengetahuan dikembangkan, cendikiawan-cendikiawan terhebat muslim pun lahir pada masa yang sangat luar biasa ini.
Namun kini kejayaan masala lalu yang tertuang dalam sejarah Islam tidak lebih dari sebuah goresan tinta hitam diatas kertas putih yang dijadikan layaknya cerita dongeng untuk anak-anak ketika mereka sedang tidur, lalu disimpan bagaikan ajimat yang sangat sakral. Hal ini disebabkan umat Islam terlalu mengagungkan kejayaan tersebut sehingga terlena olehnya yang membuat mereka sangat sulit untuk bangkit dan berusaha kembali untuk meraih kejayaan tersebut. Di Indonesia hal ini dapat dilihat dari betapa sulitnya pendidikan Islam berkembang.Ini disebabkan karena di Indonesia dunia pendidikan selalu dipengaruhi oleh banyak faktor, yakni faktor politik, ekonomi, sosial, budaya dan agama bahkan perkembangan global.
Pendidikan pada dasarnya sebagai upaya yang paling utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, dengan pendidikan yang berkualitas, indonesia dapat lebih terjamin dalam proses transmisi menuju demokrasi, dengan pendidikan yang bermutu, Indonesia dapat membangun keunggulan kompetitif dalam persaingan global yang semakin intens. Gagasan tersebut, apabila dihubungkan dengan kondisi pendidikan di Indonesia dewasa ini masih jauh dari harapan, disebabkan mutu dan kualitasnya masih rendah, salah satu penyebab rendahnya mutu dan kualitas pendidikan adalah sistem yang diterapkan oleh pemerintah yang sentralistik dalam semua aspek, meskipun sekarang sudah didengungkan pendidikan yang beralih ke otonomi daerah tapi belum maksimal pelaksanaannya. Kebijakan dalam bidang pendidikan pada masa orde baru yang otoriter telah melahirkan sistem pendidikan yang tidak mampu memberdayakan masyarakat secara efektif, meskipun secara kualitatif pendidikan pada masa itu memang telah mampu menunjukkan prestasi. System desentralisasi yang ikut masuk dalam dunia pendidikan menurut penulis sebenarnya sangat tepat namun system tersebut dinilai terlalu berlebihan. Hal ini karena akan ada banyak intervensi dan syarat kepentingan dalam dunia pendidikan yang akan menimbulkan system pembelajaran kaku dan tak bermutu. Apa lagi pada daerah-daerah yang sulit di jangkau oleh semua aspek disana terdapat banyak kekurangan yang bisa mendukung kelancaran proses belajar mengajar.
Mentri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (MENRISTEKDITI) Mohammad Nasir mengatakan untuk bersaing di era Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), pendidikan Indonesia harus bebasis riset dan inovasi. Indonesia masih sangat minim publikasi jurnal ilmiah jika dibandingkan dengan Negara ASEAN lain seperti Malaysia dan Singapura.
Pernyataan yang sangat lucu menurut penulis, sebab apa yang dilakukan oleh pemerintah selama ini sehingga ibarat air sudah sampai ke leher baru tiba saat tiba akal, main curhat-curhatan kurang ini, kurang itu dan sebagainya? Disini seolah-olah bangsa Indonesia baru terbangun dari tidur yang panjang dan ketika terbangun mereka serentak kaget lalu mengeluh dengan semua keterbatasan yang kita miliki untuk menghadapi MEA tersebut.
Mohammad Nasir lebih lanjut mengatakan, secara keseluruhan Perguruan Tinggi dan Mahasiswa ada yang belum siap untuk bersaing, namun, pihaknya akan terus mendorong PT-PT tersebut dengan cara melakaukan detasering. Dalam artian PT akan diminta untuk membantu membimbing PT yang belum bisa bersaing. Mahasiswa di PT tersebut harus dapat menyesuaikan dengan perubahan-perubahan guna meningkatkan daya saing.
Indonesia yang di kenal sebagai bangsa yang terdiri dari beribu pulau ini, memiliki beribu Perguruan Tinggi yang sehaarusnya sebagian besar dari perguruan tinggi itu telah siap menghadapi pasar bebas tersebut.Namun jika perguruan tinggi yang berada di daerah Jawa saja tidak semuanya siap lalu bagaimana dengan perguruan tinggi yang berada di daerah Propinsi yang berjauhan dengan pulau Jawa?Yang masih mengalami kesulitan untuk berkembang karena faktor infrastruktur, maupun tenaga pengajar yang masih terbatas.Bisakah pihak perguruan tinggi besar yang ada di daerah Jawa dan sekitarnya melakukan pembinaan di daerah yang terpencil?Saya rasa tidak pernah bisa jika tidak ada keuntungan secara finansial yang mereka dapatkan.
Benar adanya kata orang kalau negeri ini sedang pincang.Mengapa tidak, tubuhnya yang sebelah hidup sehat dan berkembang, sementara yang sebelahnya dibiarkan cacat bahkan hampir mati.Ibarat kita sedang membuat kebun yang begitu luas, namun untuk merawatnya kita kewalahan sehingga hanya bisa merawat yang sebelahnya. Sementara yang sebelahnya lagi karna beralasan sibuk dan lain sebagainya, akhirnya kita hanya bisa menengoknya dari jauh dan membiarkan tanaman yang kita tanam tumbuh bersama rumput liar disekitarnya. Disinilah permasalahannya, kita bahkan tak sadar kalau rumput liar itu bisa membunuh tanaman yang telah susah payah kita tanami itu. Olehnya itu perlu kiranya melakukan perubahan, khususnya Perguruan Tinggi Islam sebab kehidupan suatu bangsa erat sekali kaitannya dengan tingkat pendidikan.Hal ini penting dilakukan karena era globalisasi telah menempatkan pendidikan sebagai salah satu komoditas yang diperdagangkan, atau sebagai produk yang dijual pada konsumen yang harus menguntungkan.
Untuk mewujudkan hal tersebut diatas maka Perguruan Tinggi Islam harus memiliki visi dan perencanaan yang tepat tentang masa depan. Masa depan menurut perspektif modern adalah sesuatu yang dapat diprediksi, diperhitungkan, dan dipersiapkan antisipasi untuk memasukinya. Antisipasi yang tepat mengenai masa depan akan membuat komunitas tetap survive dan bahkan dapat mengantisipasi serta memimpinnya. Pembaruan menjadi mutlak mengingat kenyataan Perguruan Tinggi Islam di Indonesia belum nampak perkembangan yang begitu signifikan.
Adapun permasalahan yang dibenahi menurut Direktur Pertais pada Rapat Kerja para Rektor UIN/IAIN serta para Ketua STAIN se Indonesia pada awal bulan November 2002 yang kemudian dilanjutkan dengan pertemuan para Pembantu Rektor I UIN dan IAIN serta Pembantu Ketua STAIN se Indonesia pada tanggal 22-24 Desember 2002. Perbincangan tersebut kemudian ditindaklanjuti dalam pertemuan tim kecil dari beberapa pembantu Rektor IAIN dan Puket I STAIN, yang berlangsung selama beberapa kali pertemuan. Pada tanggal 8-19 Juni 2003 ditindaklanjuti dengan pertemuan orientasi peningkatan mutu akademis, serta pertemuan para pakar dalam bidangnya masing-masing, bahwa, mutu lulusannya dianggap masih kurang memenuhi harapan masyarakat, dan sumbangannya pada pengembangan ilmu agama Islam masih dianggap kurang signifikan. Hal tersebut antara lain disebabkan karena kurikulum PTAI yaitu: (1) kurang relefan dengan kebutuhan masyarakat: banyak program studi yang tidak diminati masyarakat tetap dipertahankan; (2) kurang efektif, yakni tidak menjamin dihasilkannya lulusan yang tidak sesuai dengan harapan; (3) kurang efisien, yakni banyaknya mata kuliah dan sks tidak menjamin dihasilkannya lulusan yang sesuai harapan; (4) kurang fleksibel, yakni PTAI kurang berani secara kreatif dan bertangung jawab mengubah kurikulum guna menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat (setempat, nasional, atau global); (5) readability rendah, tidak komunikatif (bisa menimbulkan banyak tafsir); (6) hanya berupa deretan mata kuliah; (7) berbasis (berfokus) pada mata kuliah/penyampaian materi, bukan pada tujuan kurikuler/hasil belajar/mutu lulusan; dan (8) hubungan fungsional antarmata kuliah yang mengacu pada tujuan kurikuler kurang jelas.
Pembenahan-pembenahan seperti ini harus terus dilakukan dalam tubuh PTAI untuk mempersiapkan perguruan Tinggi Islam yang bermutu kedepan. Sebab jika hal ini dibiarkan terus-menerus maka kedepan bisa dipastikan Perguruan Tinggi Islam akan kesulitan untuk menempatkan posisinya dalam era modern, bahkan bisa jadi kurang peminat yang akan masuk di Perguruan Tinggi tersebut.
Menurut Prof. Abuddin Nata, hal ini antara lain disebabkan: (1) masyarakat lebih memilih program studi yang lulusannya mudah mendapatkan pekerjaan yang secara ekononomi menguntungkan. Akibat dari keadaan yang demikian, maka program-program studi yang kurang marketable menjadi kurang diminati; (2) masyarakat menganggap bahwa biaya pendidikan yang dikeluarkannya merupakan investasi yang harus menguntungkan; (3) bahwa jumlah mahasiswa pada setiap kelas pada suatu prodi harus mencapai jumlah kuota tertentu, sehingga secara ekonomi tidak merugikan, atau menimbulkan break even point; (4) misi pendidikan adalah memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pelanggan (customer satisfaction); (5) tujuan pendidikan menghasilkan lulusan yang siap pakai (ready for use) untuk dunia industry dan usaha.
Lewat pembenahan-pembenahan tersebut setidaknya diharapkan agar PTAI;
1). Mutu pendidikan lebih terjamin,
2). Lebih memenuhi lapangan Kerja, dan
3). Peran PTAI sebagai agen perubahan masyarakat dapat lebih terpenuhi.
2. Masalah Madrasah dan Guru
Sebagai lembaga pendidikan yang merupakan dasar pijak bagi para peserta didik berproses, Madrasah merupakan institusi yang turut berperan penuh dalam membentuk menusia-manusia paripurna bangsa untuk menuju Indonesia yang cerdas. Namun kini Madrasah yang dipandang masyarakat sebgai lembaga yang suci telah banyak noda yang bersarang disana.Seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa desentralisasi telah membuat Madrasah sebagai tempat yang berbahaya bagi pendidikan.Madrasah telah menjadi tempat yang menyenangkan dan menjanjikan masa depan bagi elit sosial. Hal ini disebabkan berbagai hal seperti:
1. Penetapan Kepala Madrasah terkadang tidak berdasarkan kemampuan tetapi karena faktor keluarga, kerabat, baghkan mitra dalam politik.
2. Ada pula penetapan kepala Madrasah karena loby, sehingga sekali lagi faktor kemampuan diabaikan.
3. Banyak guru yang menginginkan jabatan sebagai kepala Madrasah sebab dinilai sangat menguntungkan dari segi materi.
4. Yang lebih parah ialah orang yang dinilai terlalu jujur dalam pekerjaan sangat sulit untuk menduduki jabatan tersebut.
Selain itu, Madrasah juga terkadang menjadi ajang atau pasar untuk menawarkan berbagai produk barang dan jasa. Mulai dari rumah, kendaraan bermotor, peralatan elektronik, perabot rumah tangga, hingga bahan makanan, minuman, dan obat-obatan sering di pasarkan di Madrasah dengan sasarannya pimpinan, guru, staf, orang tua siswa dan sebagainya. Demikian pula jasa paket haji dan umrah, wisata ziarah, hiburan dan sebagainya sering di pasarkan di Madrasah. Keadaan Madrasah yang layaknya sebagai pasar ini tampaknya memberikan kesan yang begitu buruk bagi dunia pendidikan.Tentunya generasi kitalah korban dari semua ini.
Diyakini bahwa guru yang memiliki visi membangun peradaban umat manusia dengan menyebarluaskan kemampuan yang dimilikinya atas dasar panggilan hati nuraninya, agama yang diyakininya, tanggung jawab moralnya tentu jauh lebih banyak jumlahnya dari pada para guru yang telah kehilangan visi dan orientasinya itu. Namun jumlah mereka yang kehilangan visi dan orientasinya yang demikian kecil itu harus segera diatasi, karena dapat menodai martabat guru secara keseluruhan.Pepatah lama mengatakan “setitik nila rusak susu sebelangga”. Dan orang bijak mengatakan, bahwa seorang guru tak ubahnya seperti kertas putih yang sedikit saja noda ada padanya akan segera terlihat. Seorang guru tak ubahnya seperti sapu pembersih, yang akan baru dapat melaksanakan pembersihan jika dirinya terlebih dahulu dibersihkan.
Betapa pentingnya sosok guru tersebut sebagai pencetak manusia masa depan, sehingga diantara pakar pendidikan ada yang berpendapat bahwa; “Andaikata tidak ada kurikulum secara tertulis, tidak ada ruang kelas dan prasarana belajar mengajar lainnya, namun masih ada guru, maka pendidikan masih dapat berjalan.

3. Masalah etika dan Moral
Merosotnya moral generasi emas bangsa saat ini menjadikan pendidikan sebagai kegiatan yang banyak disalahkan oleh berbagai pihak.Tauran disana sini, mabuk-mabukan, pemakaianobat terlarang, berzinah, terlibat dalam rombongan begal (geng motor) dan sebagainya, bahkan yang lebih parahnya ialah ada yang terlibat dalam kasus pemerkosaan maupun pencabulan serta melakukan tindakan aborsi (menggugurkan kandungan).Memang masih terlalu mudah untuk menghukum pendidikan seberat itu sebab apakah harus cuma pendidikan yang dipersalahkan?Namun bagaimanapun juga menurut penulis pendidikan merupakan salah satu unsur yang harus bertanggung jawab dengan keadaan seperti ini.
Gejala kemerosotan moral dewasa ini sudah benar-benar mengkhawatirkan.Kejujuran, kebenaran, keadilan, tolong-menolong, dan kasih sayang sudah tertutup oleh penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal, dan saling merugikan. Banyak terjadi adu domba dan fitnah, menjilat, menipu, mengambil hak orang lain sesuka hati, dan perbuatan-perbuatan maksiat lainnya.
Kesadaran akan keniscayaan penegakan moral dalam kehidupan modern merupakan langkah yang harus segera dilakukan, mengingat salah satu efek samping dari modernitas adalah terjadinya kehidupan yang sekuleristik. Sekularisasi kehidupan yang ditundukkan ke langit akan menyebabkan terjadinya pengabaian terhadap nilai spiritual dengan demikian maka moralpun diabaikan. Hal ini sangat berbahaya dalam era modern seperti sekarang ini, sebab apa yang akan kita perlihatkan kepada dunia jika kita telah kehilangan jati diri kita sebagai salah satu Negara muslim terbesar di dunia?Nabi Muhammad Saw. sendiri menegaskan bagwa beliau diutus kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak. Sebab dengan akhlaklah umat manusia bisa berkembang dan maju. Sabdanya:
“Sesungguhnya aku diutus ke dunia untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.”(HR. al-Bazzar).
Menurut Zakiah Drajat, yang dikutip oleh Prof. Abuddin Nata, banyak faktor yang menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang dikalangan remaja. Diantaranya adalah:
Pertama, longgarnya pegangan terhadap agama.Sudah menjadi tragedi dan dunia maju, dimana segala sesuatu hampir dapat dicapai dengan ilmu pengetahuan, sehingga keyakinan beragama mulai terdesak, kepercayaan kepada Tuhan tinggal symbol, larangan-larangan dan suruhan-suruhan Tuhan tidak diindahkan lagi.Dengan longgarnya pegangan seseorang pada ajaran agama, maka hilanglah kekuatan pengontrol yang ada dalam dirinya.Dengan demikian satu-satunya alat pengawas dan pengatur moral yang dimilikinya adalah masyarakat dengan hukum dan peraturannya.Namun biasanya pengawasan masyarakat itu tidak sekuat pengawasan dari dalam diri sendiri.
Kedua, kurang efektifnya pembinaan moral yang dilakukan oleh rumah tangga, Madrasah, maupun masyarakat.Pembinaan moral yang dilakukan ketiga institusi ini tidak berjalan menurut semestinya atau yang sebisanya.Pembinaan moral di rumah tangga misalnya harus dilakukan dan sejak anak masih kecil, sesuai dengan kemampuan dan umurnya.Karena setiap anak lahir, belum mengerti mana yang benar dan mana yang salah, dan belum tahu batas-batas ketentuan moral yang berlaku dalam lingkungannya. Seperti halnya rumah tangga, Madrasah pun dapat mengambil peranan yang penting dalam pembinaan moral anak didik.Hendaknya dapat diusahakan agar Madrasah menjadi lapangan baik bagi pertumbuhan dan perkembangan mental dan moral anak didik.Disamping tempat pemberian pengetahuan, pengembangan bakat dan kecerdasan. Dengan kata lain, supaya Madrasah merupakan lapangan sosial bagi anak-anak, dimana pertumbuhan mental, moral dan sosial serta segala aspek kepribadian dapat berjalan dengan baik. Untuk menumbuhkan sikap moral yang demikian it, pendidikan agama diMadrasah harus dilakukan secara intensif agar ilmu dan amal dapat dirasakan anak didik di Madrasah.Karena apabila pendidikan agama diabaikan di Madrasah maka didikan agama yang diterima dirumah tidak berkembang, bahkan mungkin terhalang.
Simpulan
Dalam menghadapi era modern seperti sekarang ini Indonesia diperhadapkan dengan berbagai macam masalah.Mulai dari masalah internal maupun eksternal.Namun dalam permasalahan yang selalu menerpa bangsa ini tentunya banyak peluang yang telah menanti jika kita mampu keluar dari masalah tersebut.
Khususnya pendidikan Islam, bangsa ini mempunyai sejumlah para sarjana-sarjana muda yang sangat luar biasa, dan siap untuk selalu konsisten memajukan dan mengambangkan pendidikan Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin.Tentunya agama yang selalu memperbarui dirinya sesuai dengan perkembangan zaman.Namun untuk mewujudkan misi mulia itu tidaklah mudah. Kita diperhadapkan dengan semakin modernnya zaman yang mana jika kita lengah sedikit saja, kita akan tergilas olehnya.Pendidikan Islam harus terus mengambil peran dalam menghadapi zaman yang semakin hari semakin menampilkan keunikannya.Kita tidak boleh menutup mata dan menjadi tamu di negeri sendiri.
Olehnya itu kiranya ada ikhtiar dalam hal ini merupakan keniscayaan yang mestinya dilakukan, yakni dengan cara mengevaluasi dan memperbarui kembali masalah yang menurut penulis merupakan masalah yang harus dibenahi.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Khursyid, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, (Surabaya : Pustaka Progresi, 1992, Cet. I
Albaar, Rugaya, Pendidikan Islam dan Tantangan Era Globalisasi, STAIN Ternate:CDIE, 2005
Asmuni, Yusran, M. “Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam” (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1998), Cet. II
Harahap, Syahrin, “Islam dan Modernitas: dari Teori Modernisasi hingga Penegakan Kesalehan Modern”, (Jakarta: PT. Fajar Interpratama Mandiri, 2015), Cet. I
Irwandi, Satria, Tantangan Dunia Pendidikan dalam Menghadapi AFTA 2015, (Geogle.com)
Muhaimin, pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Madrasah, Madrasah dan Perguruan Tinggi, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2012), Cet. V
Mukri, Gustiawati, Syarifah, Pendidikan Islam Menghadapi Tantangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), (Geogle.com).
Muliawan Unggah Jasa, Ilmu Pendidikan Islam, Studi Kasus Terhadap Struktur Ilmu, Kurikulum, Metodologi dan Kelembagaan Pendidikan Islam”, (Jakarta; PT. RajaGrafindo Persada, 2015), Cet. I
Nasution, Harun, Sekitar “Masalah Modernisme atau Pembaruan dalam Islam”, dalam Studia Islamika, No. 5 tahun 1977, (Jakarta: IAIN Syahid)
Nata, Abuddin, Manajeman Pendidikan, mengatasi Pendidikan Islam di Indonesia, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), Cet, II
___________, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014), Cet, I
___________, Sosiologi Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), Cet, II
Dkk, Syahrin, Pendidikan Agama Islam Kontemporer, (Yayasan Masyarakat Indonesia Baru, 2014), Cet, I
Tholkhah, Imam dan Barizi, Ahmad, Membuka Jendela Pendidikan, Mengurai Akar Tradisi dan Integrasi Keilmuan Pendidikan Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), Cet. I
Ujungpandang Ekspres, Edisi, Sabtu, 13 Februari 2016